Thursday, August 5, 2010

Sudah Terujikah Iman Kita?

Adapun aku mendapat penulisan ini dari isteriku yang mana beliau mendapatinya dari email yang dikirimkan, sebenarnya penulisan tersebut adalah ekstrak dari salah satu Khtubah Jumaat. Tatkala aku membacanya aku betul2 terharu dengan apap yang telah aku lakukan selama ini ianya hanyalah sekelumit sahaja berbandingkan dengan apa yang dipinta oleh Allah Subhanau wa Ta'ala. Ayuh kita hayatinya bersama:

Pada kesempatan Jumaat ini, marilah kita renungkan salah satu firman Allh dalam suray Al-'Ankabut ayat 2 & 3:

[caption id="attachment_352" align="aligncenter" width="535" caption="Al-'Ankabut 29:2-3Al-'Ahzab 33:59"][/caption]



"Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami sudah beriman", sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allh mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta."



Ayat ini menjelaskan kepada kita bahawa salah satu kesinambungan pernyataan iman kita, adalah kita mesti bersiap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, hati, atau sekadar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau mendapatkan kemenangan dan tidak mahu, menghadapi kesulitan yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam surat Al-'Ankabut ayat 10:

[caption id="attachment_353" align="aligncenter" width="535" caption="Al-'Ankabut 29:10"][/caption]

"Dan di antara manusia dan orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", maka apabila ia disakiti (kerana ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya kami adalah bersertamu." Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?"



Bilakah kita sudah menyatakan iman  dan kita mengharapkan manisnya buah imah yang kita miliki iaitu Syurga sebagaimana yag dijanjikan oleh ALlah Subhannahu wa Ta'ala:

[caption id="attachment_354" align="aligncenter" width="535" caption="Al-Kahf 18:107"][/caption]

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal soleh, disediakan bagi mereka Syurga-syurga Firdaus, sebagai tempat tetamu (yang serba mewah)."



Maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan diberikan Allah kepada kita, dan bersabarlah kala ujian itu datang kepada kita. Allah memberikan sindiran kepada kita, yang ingin masuk Syurga tanpa melewati ujian yang berat.

[caption id="attachment_355" align="aligncenter" width="535" caption="Al-Baqarah 2:214"][/caption]

"Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang-orang yang terdahulu daripada kamu? Mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan hartabenda) dan serangan penyakit, serta digoncangkan (oleh ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman yang ada bersamanya: Bilakah (datangnya) pertolongan Allah?" Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu bersabar dan berpegang teguh kepada ugama Allah)."



Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dahulu dalam perjuangan mereka mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada sahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu anhu.
"Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) tergelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya." (HR. Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari, cet. Dar Ar-Royyan, Juz 7 hal. 202)

Cubalah kita renungkan apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? Cubaan yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Bila kita memperhatikan perjuangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam dan orang-orang terdahulu dalam mempertahankan iman mereka, dan betapa pengorbanan mereka dalam memperjuangkan iman mereka, mereka rela mengorbankan harta mereka, tenaga mereka, fikiran mereka, bahkan nyawapun  mereka korbankan untuk itu. Rasanya iman kita ini belum seberapa atau bahkan tidak ada ertinya bila dibandingkan dengan iman mereka. Apakah kita tidak malu meminta balasan yang besar dari Allah sedangkan pengorbanan kita sedikit pun belum ada?

Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah berbeza-beza, dan ujian dari Allah bermacam-macam bentuknya, setidak-tidak ada empat jenis ujian yang telah dialami oleh para Nabi dan umat yang terdahulu dari kita:

Yang pertama: Ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan, seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim Alaihisalam untuk menyembelih putranya yang sangat dicintai. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang bapa harus menyembelih anaknya yang sangat dicintainya, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangt berat sehingga Allah sendiri mengatakan:


[caption id="attachment_356" align="aligncenter" width="314" caption="As-Saffat 37:106"][/caption]

"Sesungguhnya perintah ini adalah satu ujian yang nyata"



Dan di sini kita melihat bagaimana kualiti iamn Nabi Ibrahim Alaihisalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankannya.


Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim Alaihisalam dan putranya adalah pengajaran yang sangat berharga bagi kita, dan sangat perlu kita teladani, kerana sebagaimana kita rasakan dalam kehipuan kita, banyak sekali perintah Allah yang dianggap berat bagi kita, dan dengan berbagai alasan kita berikan untuk tidak melaksanakannya. Sebagai contoh, Allah telah memerintahkan kepada para wanita Muslimah untuk mengenakan jilbab (pakaian yang menutupi aurat) secara tegas untuk membezakan antara wanita Muslimah dan wanita Musyrikah sebagaimana firmanNya:







[caption id="attachment_342" align="aligncenter" width="535" caption="Al-Ahzab 33:59"][/caption]

"Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani."



Namun kita lihat sekarang amsih banyak wanita Muslimah di dunia Islam khususnya tidak mahu memakai jilbab dengan berbagai alasan, ada yang menganggap kekampungan, tidak moden, atau beranggapan bahawa jilbab adalah sebahagian dari budaya bangsa Arab. Ini petanda bahawa iman mereka belum lulus ujian. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam memberi ancaman kepada para wanita yang tidak memakai jilbab dalam sabdanya:




"Dua golongan dari ahli Neraka yang belum aku lihat, satu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, yang dengan cambuk itu mereka memukul manusia, dan wanita yang memakai baju tetapi telanjang bulat berlenggok-lenggok menarik perhatian, kepala-kepala mereka seperti pundak unta, mereka tidak akan masuk Syurga dan tidak akan mencium wanginya". (HR. Muslim, Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 14 hal. 109-110).



Yang Kedua: Ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan seperti halnya yang terjadi kepada Nabi Yusuf Alaihisalam yang diuji denga seorang perempuan cantik, isteri seorang pembesar Mesir yang mengajaknnya berzina, dan kesempatan itu sudah sangat terbua, ketika keduanya sudah tinggal berdua di rumah dan si perempuan itu telah emngunci seluruh pintu tumah. Namun Nabi Yusuf Alaihisalam membuktikan kualiti imannya, ia berjaya meloloskan diri dari godaan perempuan itu, padahal sebagaimana pemuda, umumnya ia mempunyai hasrat kepada wanita. Ini ertinya ia telah lulus dalam ujian ke atas imannya.


Sikap Nabi Yusuf Alaihisalam ini perlu kita ikuti, terutama oleh para pemuda Muslim di zaman sekarang, di saat pintu-pintu kemaksiatan terbuka lebar, pelacuran merebak di mana-mana, minuman keras dan ubat-ubatan terlarang sudah meresapi berbagai lapisan masyarakat, sehinggakan anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah rendah pun sudah ada yang ketagihan. Perzinaan sudah seakan menjadi perkara biasa bagi para pemuda, sehingga tak hairan bila menurut sebuah kajian oleh ahli akademik, mendapati bahawa di bandar-bandar besar ramai remaja perempuan sudah tidak perawan lagi. Akibatnya setiap tahun berapa ramai bayi dibunuh dengan cara pengguguran, atau dibunuh beberapa saat setelah bayi lahir. Keadaan ini diparahkan lagi dengan semakin banyaknya media cetak yang berlumba-lumba mempamerkan aurat wanita, juga media elektronik dengan acara-acara yang sengaja dirancang untuk membangkitkan gahirah seksual para remaja. Pada saat seperti inilah  sikap Nabi Yusuf Alaihisalam perlu ditanamkan dalam dada pemuda muslim. Para pemuda Muslim siap siaga menghadapi godaan demi godaan yang akan menjerumuskan dirinya ke jurang kemaksiatan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam telah menjanjikan kepada siapa saja yang menolak ajakan untuk berbuat maksiat, ia akan diberi perlindungan di hari Khiamat nanti sebagaimana sabdanya:




"Tujuh (orang yang akan dilindungi Allah dalam lindunganNya pada hari tidak ada perlindungan selain perlindunganNya, dan seorang laki-laki diajak oleh seorang perempuan terhormat dan cantik, lalu ia berkata aku takut kepada Allah.." (HR. Al-BUkhari Muslim, Shahih Al-Bukhari dengan Fathul Bari cet. Daar Ar-Rayyan, juz 3 hal. 344 dan Shahih Muslim dengan Syarh An-Nawawi cet. Dar Ar-Rayyan, juz 7 hal.120-121).



Yang Ketiga: Ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya. Sebagai contoh, Nabi Ayyub Alaihisalam yang diuji oleh Allah dengan penyakit yang sangat buruk sehingga tidak ada sebesar lubang jarum pun dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya telah habis tiada yang tinggal sedikitpun untuk membiayai pengubatan penyakitnya dan untuk nafkah dirinya, seluruh kerabatnya meniggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama 18 tahun, sampai pada ketika yang sangat sukar sekali baginya ia memelas sambil berdoa kepada Allah:




"Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru TuhanNya; Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan." (Tafsir Ibnu Katsir, juz4 hal.151).



Dan keitka itu Allah memerintahkan Nabi Ayyub Alaihisalam untuk menghentamkan kakinya ke tanah, kemudian keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum dari air itu, maka hilanglah seluruh penyakit yang ada di bahagian dalam dan luar tubuhnya. (Tafsir Ibnu Katsir, juz4 hal.52) Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa 18 tahun ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayyub Alaihisalam membuktikan keteguhan imannya, tidak sedikitpun in merasa derita dan tidak terdetik pada hatinya untuk meninggalkan imannya. Iman seprti ini jelas tidak dimilik oleh banyak saudara-saudara kita yang sanggup menjual iman dan menukar aqidahnya dengan sekampit beras dan sehelai kain pelikat, kerana tida tahan mengahadapi kesulitan hidup yang mungkin tidak seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Nabi Ayyub Alaihisalam.


Yang Keempat: Ujian menangani orang-orang kafir dan orang-orang yang tdiak menyenangi Islam. Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallalaahu wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai ujian berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib san Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelainya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (Dr. Akram Dhiya Al-'Uamri, As-Sirah An-Nabawiyah Ash-Shahihah, juz 1 hal. 182).


Juga apa yang dialami oleh para sahabat tidak kurang beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir Radhiyallahu ‘anhu dan isterinya Sumayyah dua orang pertama yang meninggal di jalan dakwah di Mekkah. Juga Bilal Ibnu Rabah Radhiallaahu anhu yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah kehangatan matahari, kemudian diarak oleh anakanak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal Radhiallaahu anhu hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).


Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun mengendurkan semangat Rasulullah dan para shahabatnya untuk terus berdakwah dan menyebarkan Islam. Musibah yang dialami oleh saudara-saudara kita umat Islam di berbagai tempat sekarang, khususnya di Semenanjung Ghazah, di Palestin akibat  kezaliman, kejahatan orang-orang kafir Yahudi, adalah ujian dari Allah kepada umat Islam di sana, sekaligus sebagai pelajaran berharga bagi umatIslam di   negara-negara lain. Umat Islam di rantau sini khususnya sedang diuji sejauh mana ketahanan iman mereka menghadapi serangan orangorang yang membenci Islam dan kaum Muslimin hanya kerana mereka mengatakan: ( Laa ilaaha illallaahu ) َ لا إَِل  ه إِلاَّ اللهُ , tidak jauh berbeza dengan apa yang dikisahkan Allah dalam surat Al-Buruj ayat 4 sampai 8:





[caption id="attachment_348" align="aligncenter" width="535" caption="Al-Burj 85:4-8"][/caption]

“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin itu melainkan kerana orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”.



Peristiwa seperti inipun mungkin akan terulang kembali selama dunia ini masih tegak, selama pertarungan haq dan bathil belum berakhir, sampai pada saat yang telah ditentukan oleh Allah. Kita berdo’a mudah-mudahan saudara-saudara kita yang gugur dalam mempertahankan aqidah dan iman mereka, dicatat sebagai para syuhada di sisi Allah. Amin. Dan semoga umat Islam yang lain, juga kita semua dapat mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa, sehingga mereka tidak lengah menghadapi orang-orang kafir dan selalu berpegang teguh kepada ajaran Allah serta selalu siap sedia untuk berkorban dalam mempertahankan dan meninggikannya, kerana dengan demikianlah pertolongan Allah akan datang kepada kita, firman Allah :







[caption id="attachment_349" align="aligncenter" width="535" caption="Muhammad 47:7"][/caption]

"Wahai orang-orang yang beriman, kalau kamu membela (ugama) Allah nescaya Allah membela kamu (untuk mencapai kemenangan) dan meneguhkan tapak pendirian kamu."





Khutbah Kedua


Sebagai orang-orang yang telah menyatakan iman, kita harus mempersiapkan diri untuk menerima ujian dari Allah, serta kita harus yakin bahawa ujian dari Allah itu adalah satu tanda kecintaan Allah kepada kita, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam :




“Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cubaan (ujian), Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai satu kaum Ia akan menguji mereka, maka barangsiapa redha baginyalah keredhaan Allah, dan barangsiapa marah baginya hanyalah kemarahan Allah.” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata hadits ini hasan gharib dari sanad ini, Sunan At-Timidzy cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, juz 4 hal. 519).



Mudah-mudahan kita semua diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah dalam menghadapi ujian yang akan diberikan olehNya kepada kita. .Amin


No comments:

Post a Comment